Mengenal Kapten The North Face, si penemu mayat pendaki pertama Everest
“..When I go to Everest, it’s a gong show. It’s commercial. It’s just work. Meru is the climbing I live for…”
“… Ketika saya pergi ke Everest, saya melakukannya untuk pertunjukan, untuk pemasaran, dan hanya untuk bekerja, Namun Meru, adalah alasan mengapa saya memilih hidup sebagai climber…”
Kira kira siapa orangnya yang mengatakan kalimat tersebut, mungkin teman teman sudah ada yang tahu..?
Sedikit bocorannya, baru baru ini orang tersebut bersama dua orang temannya baru saja merilis sebuah film semi documenter berjudul “Meru”, yang ramai di perbincangkan dalam dunia mountaineering dan rock climber dunia.
Ya anda sekarang sudah bisa menebak ya..? ok benar sekali, dialah Conrad Anker, salah satu legenda dunia panjat tebing dan pendakian gunung dari Amerika Serikat.
Nama Conrad Anker masuk dalam jajaran pendaki kawakan di Amerika, namanya berbaris dengan nama seperti Ed Viesturs, Jim Whittaker, Peter Whittaker, Dave Hahn, dan juga sang legenda, mendiang Alex Lowe. Untuk saat ini selain sebagai sesepuh para petualang Amerika, Conrad Anker juga merupakan seorang Captain, atau leader dari para athtele dan petualang ambassador dari brand terkenal dunia, The North Face.
Sebelumnya Conrad Anker banyak juga disebut dalam sebuah misi ski dunia yang merenggut nyawa rekan senegaranya, Alex Lowe. Saat itu bersama satu orang lagi, mereka berusaha mendaki puncak gunung Shishapangma dengan tujuan untuk meluncur dari puncaknya menggunakan ski, namun sayang sebelum mencapai puncak, sebuah longsoran salju hebat menyapu mereka, mengubur Alex Lowe, dan menghempaskan Anker dan temannya sejauh ratusan meter, untungnya mereka selamat, namun naas bagi Lowe, itu menjadi akhir petualangannya.
Salah satu juga yang mengangkat nama Conrad Anker adalah ketika dia menemukan mayat George Mallory pada tahun 1999, yang tergeletak tidak jauh dari punggungan puncak Everest. Tubuh Mallory terawat dengan baik dalam kebekuan gunung tertinggi di dunia ini, beberapa gears masih melekat di tubuh dan di dekatnya, padahal ia telah dinyatakan hilang hampir 90 tahun yang lalu, saat usaha ketiganya mencapai puncak Everest bersama salah satu rekannya, Andrew Irvine, pada tahun 1924.
Saat ditemukan oleh Anker, kondisi tubuh Mallory masih jelas menampakkan adanya bekas jatuh yang diduga kuat sebagai penyebab kematiannya. Dan seperti kita tahu sendiri, bahwa nama George Mallory dan Andrew Irvine hingga saat ini merupakan misteri tersendiri di gunung Everest, tentang apakah mereka mampu mencapai puncak Everest sebelum meninggal, ataukah mereka meninggal dan menghilang hampir 90 tahun di gunung itu sebelum mencapai puncaknya.
Hal ini sebenarnya masih menjadi banyak topik perdebatan di Everest, beragam teori di kemukakan untuk memperkuat argumentasi masing masing, namun memang hingga saat ini, nama Edmund Hillary dan Tenzing Norgay lah yang masih menyandang predikat sebagai pendaki pertama di dunia yang berhasil mencapai puncak Everest.
Selain di kenal sebagai pendaki kawakan dengan pengalaman yang panjang, Conrad Anker juga di kenal sebagai pribadi yang mendidik, atau istilahnya pandai momong,telah beberapa kali ia memimpin ekspedisi mengajak atlit yang lebih muda untuk mengunjungi Everest, menanamkan teknik mendaki yang lebih tepat dan sesuai untuk gunung yang juga disebut sebagai gunung Sagarmatha ini. Sehingga tidak mengherankan dengan prestasi dan pengalaman yang sudah banyak, juga di dukung oleh sikap yang sangat welcome, dan memliliki jiwa edukatif yang tinggi, brand The North Face tidak pernah melepas namanya dari posisi captain sejak lama, bahkan sejak ada istilah the leader of athlete ambassador di cetuskan oleh brand dunia paling terkenal ini.
Dan satu hal juga yang saat ini sedang ramai di saksikan dalam bioskop dunia, adalah Meru, sebuah drama dan dokumenter pendakian salah satu gunung tersulit di dunia, nama sebuah gunung yang masuk jajaran pegunungan Himalaya juga, tepatnya berada di kawasan Gharwal India. Bersama salah satu fotographer dan film maker adventure paling terkenal di dunia saat ini, Jimmy Chin, dan salah satu rekan lain bernama Renan Osturk, mereka berhasil mendaki hingga puncak gunung dengan ketinggian 21.850 ft ini, dan juga berhasil turun dengan selamat.
Prestasi ini Conrad Anker torehkan pada tahun 2011 silam, namun gaung filmnya baru terkenal akhir akhir ini, karena memang baru di rilis sekitar satu bulan yang lalu. Dan proyek pengerjaan film ini juga melibatkan nama besar John Krakauer sebagai salah satu authornya.
Meru, Prestasi terbaru seorang Conrad Anker bersama Jimmy Chin, dan Renan Osturk
“The summit is what drives us, but the climb itself is what matters,”
Itu kalimat tambahan dari Conrad Anker menngomentari dunia pendakian gunung dan mountaineering yang digelutinya.
“… Puncak adalah apa yang mendorong kita untuk mencapainya, namun pendakian itu sendiri adalah hal yang lebih penting…”
Ya ternyata, pernyataan legendary mountaineering dari Amerika ini juga sependapat dengan banyak petualang dan pendaki gunung tanah air Nusantara tercinta, kita kan juga sering menjumpai dan mendengar banyak kalimat bijak yang mengatakan ; puncak adalah bonus, pendakian itu sendiri adalah yang terpenting, atau bukan puncaknya yang terpenting, melainkan proses perjalanan menuju puncaknya lah yang akan memberi banyak pelajaran dan manfaat.
Sederhana saja kedengaranya, namun tidak mudah menerima hal ini, beberapa orang malah merasa sangat kecewa dan bersedih hati, jika telah jauh jauh mendaki sebuah gunung namun gagal mencapai puncaknya.
Puncak memang sebuah bonus, namun puncak juga melambangkan pencapaian dan kesuksesan, contohnya ketika nama Mallory dan Irvine yang masih di ragukan meraih puncak tertinggi dunia karena tidak adanya bukti yang real dari pencapaian mereka, namun nama Hillary dan Tenzing begitu di hormati atas keberhasilan mereka di puncak Everest.
Seperti kata Conrad sendiri tadi, puncak adalah apa yang memotivasi kita, dan pendakian itu sendiri adalah yang lebih penting.
Namun juga menurutnya..
Namun juga menurutnya..
“… Reach the summits is not everythings, but if you didn’t, that called fail, and you must to climb again, because summit become a symbol of victory in mountain climbing…”
“… Puncak memang bukan segalanya, namun jika kita tidak mencapainya, maka itu disebut gagal, dan kita harus mendakinya lagi di lain waktu, karena puncak telah menjadi sebuah symbol dari keberhasilan sebuah pendakian gunung…”
Apakah sahabat setuju dengan itu…?
0 komentar:
Posting Komentar